
Jakarta, Berita4terkini.com – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, menutup Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan Tahun 2025 dengan penegasan empat agenda strategis yang disebutnya sebagai fondasi pembaruan penegakan hukum pertanahan. Ia meminta seluruh peserta untuk tidak hanya memahami, tetapi juga memastikan pesan tersebut tersampaikan hingga tingkat daerah.
Dalam acara yang berlangsung Jumat (05/12/2025) di Jakarta itu, Wamen Ossy menyebut rangkaian arahan, diskusi, dan focus group discussion selama Rakor telah menghasilkan empat kesimpulan kunci yang saling berkaitan. “Empat poin ini perlu dibawa pulang, disampaikan, dan disosialisasikan kepada seluruh jajaran. Tanpa itu, perubahan akan berjalan setengah hati,” ujarnya.
1. Penguatan PPNS Pertanahan: Spesialisasi Jadi Kebutuhan Mendesak
Ossy menekankan perlunya penguatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pertanahan, mengingat karakteristik tindak pidana agraria yang sangat teknis dan memerlukan kompetensi khusus. Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara dan membuka peluang revisi Undang-Undang Pokok Agraria untuk memperjelas peran penyidik pertanahan.
“Ini pekerjaan berat, tetapi bukan mustahil. Dibutuhkan keberanian politik dan keseriusan kita bersama,” tegasnya.
2. Pencegahan Jadi Pintu Utama
Agenda kedua adalah memperkuat sistem pencegahan di lingkungan Kementerian ATR/BPN. Menurut Wamen, memperkuat pencegahan berarti menutup celah konflik sebelum berkembang menjadi kasus hukum yang lebih besar. Ia menegaskan bahwa aspek ini harus menjadi budaya kerja, bukan hanya slogan atau program sesaat.
3. Wacana Pengadilan Pertanahan Mengemuka Lagi
Wamen Ossy juga menyoroti pentingnya pembentukan pengadilan pertanahan. Ia mengakui kompleksitas gagasan tersebut karena perkara agraria saat ini menyentuh wilayah perdata, PTUN, dan pidana yang kerap menghasilkan putusan berbeda.
“Pembentukan pengadilan pertanahan menyentuh struktur yudikatif kita, sehingga perlu kajian komprehensif. Tapi dari diskusi Rakor ini, saya melihat wacana tersebut semakin matang,” ungkapnya.
4. Pemulihan Aset Negara Harus Berkeadilan
Poin terakhir berkaitan dengan pemulihan aset negara. Ossy menegaskan bahwa pemulihan tidak boleh menimbulkan konflik baru dan harus mengedepankan prinsip keadilan melalui pendekatan multi-pintu serta kolaborasi lintas-kementerian, terutama dengan Kementerian Keuangan.
“Komunikasi antarlembaga sangat penting, karena tata kelola aset negara tidak bisa dilakukan secara sektoral,” jelasnya.
Penutup: Komitmen Bersama Perkuat Layanan Publik dan Penegakan Hukum
Penutupan Rakor turut dihadiri Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono; Staf Khusus Menteri ATR/BPN Bidang Pemberantasan Mafia Tanah, Brigjen Pol Yaved; serta jajaran Pimpinan Tinggi Pratama Direktorat Jenderal PSKP.
Wamen Ossy menegaskan kembali bahwa keberhasilan agenda prioritas penanganan tindak pidana pertanahan akan sangat ditentukan oleh komitmen dan konsistensi seluruh jajaran ATR/BPN, baik pusat maupun daerah. (red/foto:ist)












