
Suriansyah Halim, Kuasa hukum Korban. (ist)
Palangka Raya, Berita4terkini.com – Proses hukum kasus dugaan tindak pidana penggelapan dengan terlapor Dodik Dwi Irawan dinilai berjalan sangat lambat dan berlarut-larut. Laporan awal yang diajukan korban berinisial P, seorang guru di Kalimantan Tengah, melalui kuasa hukumnya Suriansyah Halim, sudah dilakukan sejak 10 Juni 2021. Namun laporan tersebut baru benar-benar tercatat sebagai laporan polisi hampir dua tahun kemudian, tepatnya pada 4 Januari 2023, dengan nomor LP/B/1/I/2023/SPKT/POLDA KALTENG.
Menurut Suriansyah Halim, mengatakan Kasus ini ditangani oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah. Barang bukti berupa satu unit mobil pick up Mitsubishi Strada KH 8275 AF yang menjadi obyek perkara, diketahui sempat dikuasai oleh seorang oknum polisi bernama Marpia yang berdinas di Polres Gunung Mas. Mobil tersebut baru berhasil disita dan dititipkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Palangka Raya pada Juli 2025, setelah kurang lebih lima tahun dikuasai oleh Marpia.
Sementara itu, tersangka Dodik Dwi Irawan sudah dipanggil dua kali namun tidak memenuhi panggilan penyidik. Ia kemudian ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Juli 2025.
Meski demikian, pihak kuasa hukum korban mempertanyakan transparansi karena status DPO Dodik Dwi Irawan tidak pernah diumumkan secara resmi, baik melalui konferensi pers, situs resmi, media sosial, maupun surat DPO yang dipublikasikan.
“Sejak awal kami melihat penanganan perkara ini sangat lambat. Bahkan sampai tersangka menghilang dan baru ditetapkan DPO, itupun tanpa ada pengumuman resmi. Kami mempertanyakan keseriusan aparat dalam menangani kasus ini,” tegas Suriansyah Halim.
Selain itu, status hukum oknum polisi Marpia yang menggunakan mobil milik korban selama bertahun-tahun juga masih belum jelas.
“Mobil klien kami dipakai oknum polisi selama kurang lebih lima tahun. Ini tidak bisa dianggap persoalan biasa. Seharusnya ada kepastian hukum apakah yang bersangkutan bisa dikenakan pasal penadahan atau tidak,” tambahnya.
Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan publik terkait lambannya penanganan perkara, hilangnya tersangka utama, serta dugaan keterlibatan oknum aparat dalam penguasaan barang bukti. (MR)