
Palangka Raya, Berita4terkini.com – Komitmen penerapan pembaruan hukum pidana nasional mulai diwujudkan di Kalimantan Tengah. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) tentang pelaksanaan pidana kerja sosial, Kamis (18/12/2025). Kesepakatan tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kejaksaan Negeri se-Kalteng dan pemerintah kabupaten/kota sebagai langkah awal penerapan KUHP Nasional Tahun 2023.
Penandatanganan berlangsung di Aula Kantor Kejati Kalteng dan disaksikan langsung Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran, Kepala Kejati Kalteng Nurcahyo J.M., unsur Forkopimda Provinsi, serta jajaran pejabat Kejaksaan dan pemerintah daerah. Hadir pula Direktur C Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Agoes Soenanta Prasetyo, yang mewakili JAM Pidum.
Melalui MoU dan PKS ini, Kejaksaan dan pemerintah daerah sepakat membangun mekanisme terpadu dalam pelaksanaan pidana kerja sosial, mulai dari penentuan lokasi kegiatan, pengawasan pelaksanaan sanksi, pembinaan pelaku, hingga pelaporan dan sosialisasi kepada masyarakat. Skema kerja sosial tersebut dirancang agar bersifat edukatif, produktif, serta memberikan manfaat nyata bagi lingkungan sekitar.
Dalam sambutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum yang dibacakan Agoes Soenanta Prasetyo, ditegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan instrumen baru dalam sistem pemidanaan Indonesia yang harus dijalankan secara hati-hati. Meski bersifat alternatif, sanksi tersebut tetap mengandung pembatasan hak, sehingga penerapannya wajib berlandaskan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.
“Sinergi antara jaksa dan pemerintah daerah menjadi kunci agar bentuk sanksi sosial yang dijatuhkan proporsional, tidak melanggar hak asasi, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Kalteng Nurcahyo J.M. menyebut kerja sama ini sebagai tonggak penting dalam mendukung transformasi hukum pidana nasional. Menurutnya, pidana kerja sosial menempatkan pemidanaan tidak semata sebagai alat pembalasan, tetapi sebagai sarana pembinaan dan pemulihan sosial.
“Pendekatan korektif, restoratif, dan rehabilitatif menjadi roh dari pidana kerja sosial. Karena itu, pelaksanaannya membutuhkan peran aktif pemerintah daerah, terutama dalam aspek pengawasan, pembinaan, dan penyediaan kegiatan yang aman serta bermartabat,” jelas Nurcahyo.
Ia menambahkan, penerapan sanksi kerja sosial diharapkan dapat menekan angka hunian lembaga pemasyarakatan, sekaligus membuka ruang bagi pelaku untuk bertanggung jawab dan berkontribusi kembali kepada masyarakat.
Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran dalam sambutannya menegaskan bahwa Kejaksaan merupakan mitra strategis pemerintah daerah dalam menjaga tata kelola pemerintahan yang baik. Ia menilai kebijakan pidana kerja sosial sejalan dengan semangat penegakan hukum yang humanis dan berorientasi pada kemanfaatan publik.
“Pidana kerja sosial memberikan keseimbangan antara penegakan hukum dan nilai kemanusiaan. Pelaku tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya, namun sekaligus memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan pembangunan daerah,” kata Agustiar.
Ia berharap kesepakatan ini segera diimplementasikan secara konsisten di seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah, sehingga pembaruan hukum pidana nasional benar-benar dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas. (red/foto:ist)











